Pembangunan nasional pada sektor infrastruktur merupakan pembangunan yang membutuhkan sokongan dana yang terbilang cukup besar. Harapan untuk membangun infrastruktur yang memadai demi terciptanya peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat seringkali bertolak belakang dengan ketersediaan dana yang dimiliki pemerintah. Atas hal tersebut pemerintah harus mengambil langkah-langkah komprehensif untuk menciptakan iklim investasi yang mendorong investor atau pengusaha untuk terlibat dalam pembangunan infrastruktur sesuai dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat.
Saat ini salah satu langkah yang sudah dilakukan pemerintah adalah dengan menggandeng pihak swasta sebagai mitra dalam sistem Bangun Guna Serah (BGS) dan/atau Banguan Serah Guna (BSG) yang lebih dikenal dengan Build Operation and Transfer (BOT), yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah (“Permendagri No. 19/2016”) dan pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 115/PMK.06/2020 tentang Pemanfaatan Barang Milik Negara (“Permenkeu No. 115/2020”).
Penerapan BSG sendiri sudah banyak diselenggarakan untuk membangun infrastruktur yang menjangkau pembangunan seperti jalan tol Semarang-Solo, jalan tol Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi, hingga pengelolaan Pasar Turi di Surabaya dan peremajaan Pasar Sentra Antasari di Banjarmasin serta pembangunan dan pengelolaan Terminal Giwangan di Yogyakarta.
Calon mitra BGS/BSG harus memenuhi persyaratan kualifikasi yang terdiri dari syarat administratif dan teknis. Persyaratan administratif
terdiri dari; berbadan hukum, memiliki NPWP, membuat pakta integritas serta penyertaan dokumen penawaran dan pendukung. Sedangkan syarat teknis terdiri dari; cakap hukum, tidak masuk dalam daftar hitam pada pengadaan barang/jasa pemerintah serta memiliki keahlian dan pengalaman, SDM, modal, serta peralatan dan fasilitas kebutuhan pembangunan.
Penulis ; Werner Wada Betu