Meningkatkan Peran Komnas HAM Dalam Isu Bisnis dan HAM

Pada tahun 2021, Guiding Principles on Business and Human Rights: Implementing the United Nations ‘Protect, Respect and Remedy’ Framework (UNGPs) resmi telah berusia 10 tahun. UNGPs sedari awal dirancang untuk memberikan panduan praktis bagi aktivitas bisnis yang sepenuhnya sadar akan kerugian dan dampak hak asasi manusia. UNGPs memandu entitas negara dan bisnis melalui tiga pilar utamanya yang terdiri dari; (i) kewajiban negara untuk melindungi pelanggaran HAM oleh perusahaan, (ii) tanggung jawab perusahaan untuk menghormati HAM, (iii) penyediaan akses pemulihan bagi korban.

Dalam mengaplikasi UNGP, institusi HAM nasional memainkan peran yang penting. Melalui Prinsip Paris yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada 1993 dan Prinsip Edinburgh yang dikeluarkan oleh Global Alliance of National Human Rights Institutions (GANHRI) pada 2010, keduanya telah memungkinkan institusi HAM nasional untuk memiliki yurisdiksi atas sektor privat (non-state actors) khususnya pada tema bisnis dan hak asasi manusia.

Di Indonesia sendiri perkembangan isu bisnis dan HAM di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pemerintah Indonesia telah mengadopsi Strategi Nasional Bisnis dan HAM melalui Peraturan Presiden No. 60 Tahun 2023. Selain itu, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sendiri sebagai representasi negara dalam HAM sejak tahun 2017 telah menerbitkan Rencana Aksi Nasional melalui Peraturan Komnas HAM No. 1 Tahun 2017 tentang Pengesahan Rencana Aksi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia.

Namun demikian praktek pelanggaran HAM oleh korporasi masih lumrah terjadi. Pada periode 2019 hingga 2021 total jumlah aduan pelanggaran HAM oleh korporasi sebanyak 1.366 dan menempati urutan kedua terbanyak sebagai pihak yang diadukan. Data dan fakta pelanggaran HAM oleh perusahaan juga banyak dilaporkan dalam pemantauan organisasi/lembaga hak asasi manusia dan lingkungan. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), menemukan sebanyak 2.120 peristiwa pelanggaran HAM pada sektor Sumber Daya Alam (SDA) dalam rentang waktu 2015-2024.

Terkait hal ini, Komnas HAM dapat berkontribusi dalam pembuatan standar uji tuntas sebagai salah satu upaya pencegahan dan mengurangi peristiwa terjadinya pelanggaran HAM oleh korporasi. Standar tersebut dapat menjadi acuan dan pedoman bagi perusahaan dalam melaksanakan proses uji tuntas HAM. Selain korporasi, pemberlakuan standar uji tuntas tersebut juga mesti dijadikan pedoman bagi perusahaan audit (audit oleh pihak ketiga), layanan sertifikasi tertentu, serta skema multi-stakeholder initiative (MSIs).

Inisiasi penerbitan dan pemberlakuan standar uji tuntas HAM oleh Komnas HAM kepada para entitas tersebut dilakukan dalam rangka mengimplementasi Pilar 1 UNGPs, yaitu kewajiban negara untuk melindungi HAM dari akibat aktivitas bisnis. Pembuatan standar uji tuntas ini juga berfungsi untuk mengawasi praktik di lapangan yang sering terjadi, di mana perusahaan-perusahaan berdalih telah melakukan audit baik secara internal maupun audit oleh pihak ketiga, memenuhi sertifikasi tertentu, atau menjadi anggota dari sejumlah MSIs.

Tulisan ini memberikan sejumlah rekomendasi kepada Komnas HAM yang terdiri dari:

(i) melakukan evaluasi dan pemetaan kinerja pada tema bisnis dan HAM. Hal ini penting untuk dilakukan agar Komnas HAM dapat memetakan langkah strategis dan praktis dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki dengan tujuan meningkatkan kinerja pada tema bisnis dan HAM.

Pada tahap selanjutnya, Komnas HAM dapat meningkatkan keterlibatanya dalam upaya preventif atau pencegahan sejak dini dari tindakan pelanggaran HAM oleh korporasi. Upaya tersebut dilakukan dengan cara (ii) menerbitkan dan mem- berlakukan standar uji tuntas HAM oleh korporasi dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Penyusunan standar ini dilakukan dengan mempertimbangan aspek kerentanan pada sektor usaha tertentu.

(iii) Komnas HAM harus mengawasi praktik layanan/ perusahaan audit oleh pihak ketiga, sertifikasi tertentu, serta skema MSIs. Akuntabilitas terhadap penyedia jasa tersebut dilakukan dalam rangka pemenuhan Pilar 1 UNGPs. Melalui penyelarasan standar uji tuntas HAM dan pengawasan kepada penyedia jasa di atas, Komnas HAM dapat memastikan nasib pemenuhan HAM oleh korporasi tidak bersandar pada layanan swasta.

Terakhir, Komnas HAM dapat (iv) melakukan penilaian, analisa, serta publikasi berkala terhadap aktivitas korporasi pada sektor tertentu yang memiliki kerentanan pada pelanggaran HAM dengan daftar klasifikasi dampak HAM yang sering terjadi. Hal ini dilakukan untuk menginformasikan kepada sejumlah pemangku kepentingan, seperti, pemerintah, perusahaan, investor, lembaga keuangan dan pembiayaan, agar dapat mengedepankan pendekatan HAM serta responsible business dalam kegiatan usaha.

Penulis: Fian Allaydrus, S.H. & Imakulata Yubella, S.H.

Laporan Peran Komnas HAM
Size: 2.1 MB
Published: 13/11/2024