Ajang special show menjadi salah satu cara pelaku bisnis stand up comedian untuk mendapatkan keuntungan, yaitu melalui penjualan tiket acara stand up comedy. Special show umumnya dilakukan dengan cara touring ke berbagai daerah secara bergantian (touring special show). Ajang atau Acara special show bahkan menjadi suatu karya yang banyak diinginkan oleh Komika untuk menunjukkan kelayakan dan kematangan profesi secara commercial dalam menghibur masyarakat. Kreatifnya, penjualan tiket special show stand up comedy bukan titik akhir pendapatan bisnis, Komika yang sedang perform di acara special show tersebut direkam lalu diolah menjadi konten digital stand up comedy, kemudian konten tersebut dipasarkan ke masyarakat luas secara daring. Namun demikian, penting untuk memitigasi risiko bisnis agar tidak terjadi suatu peristiwa hukum yang merugikan. Selain itu mitigasi risiko juga penting dilakukan untuk mencegah kerugian bisnis.
Risiko perform stand up comedy secara offline atau luring berbeda dengan konten digital video stand up comedy. Komika relatif bebas untuk membicarakan apapun sesuai dengan ketentuan acara yang telah disepakati dengan penonton. Sementara jika telah menjadi konten digital stand up comedy, konten video tersebut akan dapat tersebar secara bebas dan dapat diakses oleh siapapun yang membeli konten. Maka dari itu penting bagi Komika maupun perusahaan memastikan bahwa materi stand up yang ada dalam konten video tidak mengandung unsur delik pidana.
Legal review digital konten stand up comedy menjadi salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memitigasi risiko dari jerat hukum. Dalam melakukan legal review, setidaknya ada 4 indikator yang dapat digunakan yaitu: pertama, perbuatan atau materi stand up berpotensi dipidana atau mengarah pada pelanggaran sehingga perlu dipikirkan kembali untuk tetap menggunakan atau menyampaikan materi atau tidak; kedua, perbuatan atau materi stand up murni sebagai perbuatan pidana sehingga harus dihindari; dan ketiga, perbuatan atau materi stand up tidak mengandung unsur pidana. Keempat, adanya regulasi dan/atau penerapan regulasi yang tidak jelas terhadap perbuatan (dikenal dengan istilah pasal karet) misalnya seperti penghinaan, pencemaran nama baik, hoax, dan penistaan agama.
Dalam industri komedi sangat mengandalkan olahan kata per kata untuk mendapatkan tawa, disitu pula lah ada potensi pengucapan kalimat yang bermuatan delik pidana. Umumnya, delik pidana yang paling berpotensi menjerat Komika yaitu adalah pelanggaran terhadap delik pidana penghinaan, pencemaran nama baik dan/atau fitnah, penyebaran informasi bohong (hoax), penistaan agama dan bahkan pelecehan secara verbal. Berdasarkan catatan penulis, beberapa pelaku stand up comedy atau Komika pernah berurusan atau bersinggungan dengan hukum hingga di laporan dengan menggunakan delik pidana seperti delik tentang penistaan agama dan pencemaran nama baik. Meski demikian pasal-pasal pidana dalam kasus ini masuk dalam kategori pasal yang bermasalah dalam penerapannya (Pasal karet).
Terlepas dari perbuatan Komika memenuhi unsur pidana atau tidak, faktanya bahwa para Komika mengalami masalah hukum berkaitan dengan delik-delik pidana seperti yang telah diuraikan, dan permasalahan itu berkaitan dengan kerja-kerja stand up comedian yang mereka lakukan. Namun para pelaku bisnis stand up comedian tidak perlu khawatir. Agar terhindar dari delik pidana, seorang Komika penting terlebih dahulu membangun konteks pada materi pembahasannya, karena dalam ilmu linguistik konteks menentukan makna bahasa. Ketika ada konteks, maka pihak lain tidak dapat menafsirkan atau merekayasa perkataan-perkataan yang terdapat dalam konten video.
Kemudian untuk menghindari delik pidana dalam konteks regulasi penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, maka pelaku bisnis stand up comedian harus memastikan bahwa materi stand up yang dibawakan adalah merupakan sebuah penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan/fakta, untuk kepentingan publik, atau berkaitan dengan kedudukan suatu jabatan, karena hal-hal tersebut bukan merupakan perbuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 27A Undang-Undang No. 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Surat Keputusan Bersama tentang ITE Nomor 229 Tahun 2021/Nomor 154 Tahun 2021/Nomor KB/2/VI/2021, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU/VI/2008 Tahun 2008, Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 311 KUHP.
Selain perbuatan yang berkaitan dengan delik-delik pidana di atas, ada juga kalimat-kalimat atau ucapan yang harus dihindari oleh Komika dalam melakukan pekerjaan stand up comediannya, yaitu: 1). menghasut supaya melakukan kejahatan sebagaimana dilarang oleh peraturan perundang-undangan; 2). menyebutkan nomor identitas orang lain termasuk pejabat negara yang dilarang hukum seperti: nomor telepon, Nomor Induk Kependudukan, nomor passport, identitas Kartu Keluarga, dan identitas lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan; 3). menyebutkan nomor rekening bank orang lain; 4). menyebutkan informasi yang bersifat rahasia negara; 5). menghina simbol negara, yakni: Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara; 6). merendahkan atau menghina fisik pejabat negara.
Setiap perbuatan yang melanggar delik pidana akan menjalani proses hukum. Hal itu tentu akan merugikan Komika dan juga perusahaan yang notabene mencari keuntungan. Maka sangat penting bagi Komika dan perusahaan untuk mengetahui dan menghindari pelanggaran sebagai bagian dari manajemen risiko perusahaan. Maka khusus bagi Komika dan perusahaan yang menjual konten video stand up, penting untuk melakukan legal review konten digital stand up comedy sebelum melakukan pemasaran.
Penulis: M. Al Ayubi Harahap, S.H.