Kepastian Hukum Perseroan Kemitraan di KPPU

Bisnis kemitraan di Indonesia mulai berkembang sejak era tahun 2008-an, hal itu juga berimplikasi pada konflik dalam bisnis kemitraan yang mulai bermunculan Indonesia.

Dalam prakteknya pelaku Usaha Besar yang memiliki kekayaan bersih mencapai Rp 10 Miliar Rupiah memiliki posisi tawar yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pelaku Usaha Menengah, Kecil dan Mikro (“UMKM”) yang hanya memiliki kekayaan bersih Rp 50 Juta Rupiah

sehingga timbulah kesenjangan posisi tawar (Bargaining Position) antara UMKM dengan pelaku Usaha Besar. Oleh karena posisi tawar yang tidak seimbang timbul permasalahan diantaranya:

  • pelaku Usaha Besar yang mengurangi besaran imbal jasa bagi Usaha Kecil dan Menengah,
  • adanya penguasaan yuridis oleh Usaha Besar atas kegiatan usaha yang dijalankan Usaha Kecil dan Menengah,
  • pelaksanaan kewajiban pemenuhan lawan yang belum terpenuhi akibat terkendala proses pelepasan Kawan Hutan atau tanah areal penggunaan Kawasan hutan,
  • Usaha Besar besar yang melakukan peralihan penguasaan secara yuridis atas badan usaha/perusahaan dan/atau asset atau kekayaan yang dimiliki oleh peternak plasma selaku Usaha Kecil dan tidak adanya peralihan kepemilikan secara yuridis atas asset atau kekayaan yang dimiliki oleh pelaku Usaha Besar terhadap pelaku Usaha Kecil dalam bisnis perkebunan kelapa sawit.

Dalam mengatasi permasalahan perseroan kemitraan di Indonesia, Pemerintah melalui Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengawasan dan Penanganan Kemitraan di Indonesia (Perkom 4/2019). Ketentuan ini, mengatur mengenai penyelesaian antara perseroan dalam bisnis kemitraan di Indonesia. Setidaknya sejak diterbitkan pada tahun 2019 sampai dengan saat ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (“KPPU”) telah memutus 5 (lima) perselisihan kemitraan di Indonesia.

Tiga Pelaku Usaha Besar melakukan pelanggaran Pasal 35 oleh Majelis KPPU

Dari 5 (lima) yang sudah diputus oleh Majelis KPPU terdapat 3 Pelaku Usaha Besar yang diputus bersalah melakukan pelanggaran Pasal 35 ayat (1) terkait pelaku usaha besar yang memiliki dan/atau mengusai pelaku usaha mikro, menengah dan kecil dalam bisnis kemitraan. Penerapan Perkom 4/2019 masih banyak kekurangan yakni tidak ada pengaturan berkaitan dengan upaya preventif guna mencegah pelanggaran kemitraan, pengawasan yang dilakukan KPPU cenderung case by case tanpa adanya database dan tanpa dasar yang jelas dilakukannya pengawasan terhadap suatu perseroan kemitraan, selain itu tidak terdapat ketentuan konkrit mengenai penyelesaian sengketa kemitraan di KPPU khususnya setelah perseroan kemitraan diputus tidak terbutki melanggar ketentuan mengenai Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (“UU 20/2008”). 

Ketentuan di dalam Perkom 4/2019 tidak menjawab permasalahan yang timbul dalam perkembangan bisnis kemitraan di Indonesia. Pemerintah dalam hal ini perlu melakukan pengkajian dan penelitian ulang terhadap Naskah Akademik untuk menyesuaikan alasan filosofis, sosiologis dan yuridis dalam Pembentukan Perkom 4/2019 agar secara konkrit Perkom tersebut dapat menjawab permasalahan dan kondisi bisnis kemitraan di Indonesia. Hal ini juga agar mewujudkan kepastian bagi perseroan kemitraan dalam menjalankan bisnis nya di Indonesia.

Penulis ; Nafirdo Qurniawan

Halo Legal Brief Vol. 1
Size: 229 KB
Published: 07/05/2023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *